Planet (dari bahasa Yunani Kuno αστήρ
πλανήτης (astēr planētēs), berarti "bintang pengelana") adalah
benda astronomi yang
mengorbit sebuah
bintang atau
sisa bintang yang cukup besar untuk memiliki
gravitasi sendiri, tidak terlalu besar untuk menciptakan
fusi termonuklir, dan telah "
membersihkan" daerah sekitar orbitnya yang dipenuhi
planetesimal.
[1][2]
Kata
planet sudah lama ada dan memiliki hubungan
sejarah,
sains,
mitologi, dan
agama. Oleh peradaban kuno, planet dipandang sebagai sesuatu yang abadi atau perwakilan
dewa. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, pandangan manusia terhadap planet berubah.
Pada tahun 2006,
Persatuan Astronomi Internasional (IAU) mengesahkan sebuah resolusi resmi yang
mendefinisikan planet di
Tata Surya. Definisi ini dipuji namun juga dikritik dan masih diperdebatkan oleh sejumlah ilmuwan karena tidak mencakup benda-benda
bermassa planet
yang ditentukan oleh tempat atau benda orbitnya. Meski delapan benda
planet yang ditemukan sebelum 1950 masih dianggap "planet" sesuai
definisi modern, sejumlah benda angkasa seperti
Ceres,
Pallas,
Juno,
Vesta (masing-masing objek di sabuk asteroid Matahari), dan
Pluto
(objek trans-Neptunus yang pertama ditemukan) yang dulunya dianggap
planet oleh komunitas ilmuwan sudah tidak dipermasalahkan lagi.
Ptolomeus menganggap planet mengelilingi Bumi dengan gerakan
deferen dan episiklus. Walaupun ide
planet mengelilingi Matahari sudah lama diutarakan, baru pada abad ke-17 ide ini terbukti oleh pengamatan
teleskop Galileo Galilei. Dengan analisis data observasi yang cukup teliti,
Johannes Kepler menemukan bahwa orbit planet tidak berbentuk lingkaran, melainkan
elips. Seiring perkembangan peralatan observasi, para
astronom mengamati bahwa planet berotasi pada sumbu miring dan beberapa di antaranya memiliki
beting es dan
musim layaknya Bumi. Sejak awal
Zaman Angkasa, pengamatan jarak dekat oleh
wahana antariksa membuktikan bahwa Bumi dan planet-planet lain memiliki tanda-tanda
vulkanisme,
badai,
tektonik, dan bahkan
hidrologi.
Secara umum, planet terbagi menjadi dua jenis utama:
raksasa gas besar berkepadatan rendah dan
raksasa darat kecil berbatu. Sesuai definisi IAU, ada delapan planet di Tata Surya. Menurut jaraknya dari
Matahari (dekat ke jauh), ada empat planet kebumian,
Merkurius,
Venus,
Bumi, dan
Mars, kemudian empat raksasa gas,
Yupiter,
Saturnus,
Uranus, dan
Neptunus. Enam planet di antaranya dikelilingi oleh satu
satelit alam atau lebih. Selain itu, IAU mengakui lima
planet kerdil[3] dan ratusan ribu
benda kecil Tata Surya. Mereka juga masih mempertimbangkan benda-benda lain untuk digolongkan sebagai planet.
[4]
Sejak 1992, ratusan planet yang mengelilingi bintang-bintang lain ("
planet luar surya" atau "eksoplanet") di
Bima Sakti telah ditemukan. Per 22 Maret 2013, 861 planet luar surya yang diketahui (di 677
sistem planet dan 128
sistem multiplanet) terdaftar di
Extrasolar Planets Encyclopaedia. Ukurannya beragam, mulai dari planet daratan mirip Bumi hingga raksasa gas yang lebih besar daripada Yupiter.
[5] Pada tanggal 20 Desember 2011, tim
Teleskop Luar Angkasa Kepler menemukan dua planet luar surya seukuran Bumi,
Kepler-20e[6] dan
Kepler-20f,
[7] yang mengorbit
bintang mirip Matahari,
Kepler-20.
[8][9][10] Studi tahun 2012 yang menganalisis data
mikrolensa gravitasi memperkirakan setiap bintang di Bima Sakti
rata-rata dikelilingi oleh sedikitnya 1,6 planet.
[11] Sejumlah astronom di
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) melaporkan pada Januari 2013 bahwa sedikitnya 17 miliar eksoplanet seukuran Bumi (tepatnya 0,8–1,25
massa Bumi) dengan periode orbit 85 hari atau kurang berada di galaksi Bima Sakti.
[12]
Sejarah
Cetakan model kosmologi geosentris dari Cosmographia, Antwerp, 1539
Ide tentang planet berubah-ubah sepanjang sejarah, mulai dari
bintang pengelana
abadi pada zaman antik hingga benda kebumian pada zaman modern. Konsep
ini meluas tidak hanya di Tata Surya saja, tetapi sudah mencapai ratusan
sistem luar surya lainnya. Ambiguitas yang terdapat dalam definisi
planet telah menjadi kontroversi di kalangan ilmuwan.
Lima
planet klasik yang dapat dilihat mata telanjang sudah diketahui sejak zaman kuno dan pengaruhnya sangat besar di dunia
mitologi,
kosmologi agama, dan
astronomi
kuno. Pada zaman itu, astronom mengetahui bagaimana cahaya-cahaya
tertentu bergerak melintasi langit relatif terhadap bintang lain. Bangsa
Yunani kuno menyebut cahaya tersebut
πλάνητες ἀστέρες (
planetes asteres, "bintang pengelana") atau "
πλανήτοι" saja (
planētoi, "pengelana"),
[13] yang dari situlah kata "planet" terbentuk.
[14][15] Di
Yunani,
Cina,
Babilonia kuno, dan seluruh peradaban pra-modern,
[16][17] diyakini bahwa Bumi berada di
pusat Alam Semesta
dan semua "planet" mengelilingi Bumi. Alasan munculnya sudut pandang
ini adalah bintang dan planet tampak berputar mengitari Bumi setiap hari
[18] dan persepsi
akal sehat bahwa Bumi bersifat padat dan tetap, tidak bergerak dan diam.
Babilonia
Peradaban pertama yang dikenal memiliki teori fungsional tentang planet adalah bangsa
Babilonia, penduduk
Mesopotamia pada milenium pertama dan kedua SM. Teks astronomi planet tertua yang masih ada adalah
Tablet Venus dari Ammisaduqa, salinan daftar pengamatan gerakan planet Venus abad ke-7 SM yang diduga dirancang pada milenium kedua SM.
[19] MUL.APIN adalah sepasang tablet
kuneiform tertanggal abad ke-7 SM yang mencatat gerakan Matahari, Bulan, dan planet-planet sepanjang tahun.
[20] Sejumlah
astrolog Babilonia juga menetapkan dasar-dasar
astrologi Barat.
[21] Enuma anu enlil, ditulis saat periode
Neo-Assyria pada abad ke-7 SM,
[22] terdiri dari daftar
omen dan hubungannya dengan berbagai fenomena langit, termasuk gerakan planet-planet.
[23][24] Venus,
Merkurius, dan planet terluar
Mars,
Yupiter, dan
Saturnus diidentifikasi oleh sejumlah
astronom Babilonia. Semuanya adalah planet yang pernah diketahui manusia sampai ditemukannya
teleskop pada awal zaman modern.
[25]
Astronomi Yunani-Romawi
7 planet Ptolomeus
1
Bulan
 |
2
Merkurius
 |
3
Venus
 |
4
Matahari
 |
5
Mars
 |
6
Yupiter
 |
7
Saturnus
 |
Bangsa Yunani Kuno awalnya tidak setertarik bangsa Babilonia dalam mempelajari planet.
Pengikut Pythagoras
pada abad ke-6 dan 5 SM tampaknya sudah mengembangkan teori
keplanetannya sendiri yang terdiri dari Bumi, Matahari, Bulan, dan
planet-planet mengelilingi "Api Tengah" di pusat Alam Semesta.
Pythagoras atau
Parmenides dikabarkan merupakan orang pertama yang mengidentifikasi bintang senja dan bintang pagi (
Venus) sebagai satu benda.
[26] Pada abad ke-3 SM,
Aristarkhus dari Samos mengusulkan sistem
heliosentris, yang berarti Bumi dan planet mengitari Matahari. Akan tetapi, sistem geosentris terus mendominasi peradaban dunia sampai
Revolusi Ilmiah.
Pada
periode Hellenistik
abad ke-1 SM, bangsa Yunani mulai mengembangkan skema matematika untuk
memperkirakan posisi planet-planet. Skema yang berdasarkan geometri
alih-alih aritmetika Babilonia ini kelak mengusangkan teori kompleks dan
kelengkapan Babilonia. Kebanyakan pergerakan astronomis yang diamati
dari Bumi dengan mata telanjang menggunakan skema ini. Teori Yunani ini
baru dijelaskan secara lengkap di
Almagest karya
Ptolomeus
pada abad ke-2 M. Model Ptolomeus ini begitu lengkap dan dominan
sampai-sampai semua teori astronomi sebelum ini dianggap usang dan
Almagest menjadi teks astronomi resmi di dunia Barat selama 13 abad.
[19][27] Bangsa Yunani dan Romawi mengenal tujuh planet, masing-masing dianggap
mengelilingi Bumi
sesuai hukum kompleks Ptolomeus. Planet-planet tersebut adalah (sesuai
urutan Ptolomeus dari Bumi): Bulan, Merkurius, Venus, Matahari, Mars,
Yupiter, dan Saturnus.
[15][27][28]
India
Pada tahun 499 CE, astronom India
Aryabhata membuat model planet yang memasukkan
rotasi Bumi
di sumbunya. Ia menjelaskan hal tersebut sebagai penyebab bintang
tampak bergerak ke barat. Ia juga meyakini bahwa orbit planet berbentuk
elips.
[29] Pengikut Aryabhata sangat banyak di
India Selatan,
tempat prinsip-prinsipnya soal rotasi diurnal Bumi diakui dan sejumlah
karya lanjutan yang didasarkan pada teori tersebut dibuat.
[30]
Tahun 1500,
Nilakantha Somayaji dari
mazhab astronomi dan matematika Kerala merevisi model Aryabhata dalam karyanya yang berjudul
Tantrasangraha.
[31] Dalam
Aryabhatiyabhasya, komentar terhadap
Aryabhatiya-nya
Aryabhata, ia mengembangkan model planet berupa Merkurius, Venus, Mars,
Yupiter, dan Saturnus mengelilingi Matahari dan Matahari mengelilingi
Bumi, mirip
sistem Tychonik yang kelak diusulkan
Tycho Brahe pada akhir abad ke-16. Kebanyakan astronom mazhab Kerala yang menjadi pengikutnya menerima model planet usulannya.
[31][32]
Astronomi Islam abad pertengahan
Pada abad ke-11,
transit Venus diamati oleh
Ibnu Sina, yang menetapkan bahwa
Venus kadang berada di bawah Matahari.
[33] Pada abad ke-12,
Ibnu Bajjah mengamati "dua planet berupa titik hitam di permukaan Matahari", yang kelak diketahui sebagai
transit Merkurius dan Venus oleh astronom
Maragha,
Qotb al-Din Shirazi, pada abad ke-13.
[34]
Sayangnya, Ibnu Bajjah dianggap mustahil telah mengamati transit Venus,
karena fenomena tersebut memang tidak pernah terjadi seumur hidupnya.
[35]
Renaisans Eropa
Plane Renaisans, ca. 1543 sampai 1781
1
Merkurius
 |
2
Venus
 |
3
Bumi
 |
4
Mars
 |
5
Yupiter
 |
6
Saturnus
 |
Dengan dimulainya
Revolusi Ilmiah, pemahaman terhadap kata "planet" berubah dari sesuatu yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap
lautan bintang);
menjadi benda yang mengelilingi Bumi (atau sesuatu yang dianggap
seperti itu pada zaman tersebut); dan menjadi sesuatu yang langsung
mengelilingi Matahari setelah
model heliosentris Copernicus,
Galileo, dan
Kepler diakui publik pada abad ke-16.
Karena itu, Bumi dimasukkan ke daftar planet,
[36]
sementara Matahari dan Bulan tidak. Awalnya, ketika satelit-satelit
pertama Yupiter dan Saturnus ditemukan pada abad ke-17, kata "planet"
dan "satelit" sering dipakai bolak-balik, namun "satelit" semakin sering
dipakai pada abad selanjutnya.
[37]
Sampai pertengahan abad ke-19, jumlah "planet" tumbuh pesat karena
benda-benda baru yang ditemukan mengelilingi Matahari langsung
digolongkan sebagai planet oleh komunitas ilmuwan.
Abad ke-19
Planet baru, 1807–1845
1
Merkurius
 |
2
Venus
 |
3
Bumi
 |
4
Mars
 |
5
Vesta
 |
6
Juno
 |
7
Ceres
 |
8
Pallas
 |
9
Yupiter
 |
10
Saturnus
 |
11
Uranus
 |
Pada abad ke-19, para astronom mulai menyadari bahwa benda-benda baru
yang sebelumnya dikelompokkan sebagai planet selama nyaris setengah
abad (seperti
Ceres,
Pallas, dan
Vesta) justru jauh berbeda daripada planet tradisional. Benda-benda ini berada di kawasan yang sama antara Mars dan Yupiter (
sabuk asteroid) dan massanya lebih kecil, karena itu mereka digolongkan sebagai "
asteroid".
Karena tidak adanya definisi resmi, kata "planet" akhirnya dipahami
sebagai benda "besar" apapun yang mengitari Matahari. Sejak ditemukannya
celah raksasa antara asteroid dan planet, dan penemuan-penemuan baru
berakhir setelah Neptunus ditemukan tahun 1846, definisi resmi tersebut
akhirnya dihapus.
[38]
Abad ke-20
Planet 1854–1930, 2006–sekarang
1
Merkurius
 |
2
Venus
 |
3
Bumi
 |
4
Mars
 |
5
Yupiter
 |
6
Saturnus
 |
7
Uranus
 |
8
Neptunus
 |
Pada abad ke-20,
Pluto ditemukan. Setelah serangkaian pengamatan awal menyimpulkan benda ini lebih besar daripada Bumi,
[39]
benda ini langsung diterima sebagai planet kesembilan. Pengamatan
selanjutnya justru membuktikan bahwa benda ini berukuran lebih kecil:
tahun 1936,
Raymond Lyttleton berpendapat bahwa Pluto bisa jadi satelit
Neptunus yang keluar jalur,
[40] dan pada tahun 1964
Fred Whipple berpendapat bahwa Pluto mungkin saja berupa komet.
[41]
Namun karena ukurannya lebih besar daripada semua asteroid yang
diketahui dan tampaknya tidak eksis di dalam populasi yang lebih besar,
[42] status Pluto tetap planet sampai tahun 2006.
Planet 1930–2006
1
Merkurius
 |
2
Venus
 |
3
Bumi
 |
4
Mars
 |
5
Yupiter
 |
6
Saturnus
 |
7
Uranus
 |
8
Neptunus
 |
9
Pluto
 |
Pada tahun 1992, astronom
Aleksander Wolszczan dan
Dale Frail menemukan sejumlah planet yang mengelilingi sebuah
pulsar,
PSR B1257+12.
[43]
Penemuan ini umumnya dianggap sebagai deteksi pasti terhadap sistem
planet yang mengitari bintang lain. Kemudian pada 6 Oktober 1995,
Michel Mayor dan
Didier Queloz dari
Universitas Jenewa melaksankan deteksi pasti pertama terhadap eksoplanet yang mengelilingi sebuah bintang
deret utama biasa (
51 Pegasi).
[44]
Penemuan planet luar surya berujung pada ambiguitas lain mengenai
definisi planet, pada titik ketika planet menjadi bintang. Banyak planet
luar surya yang sudah diketahui bermassa lebih besar daripada Yupiter,
mendekati benda-benda bintang yang dikenal sebagai "
katai coklat".
[45] Katai cokalt umumnya dianggap bintang karena mampu melakukan fusi
deuterium, isotop
hidrogen
yang lebih berat. Jika bintang berukuran 75 kali Yupiter mampu
memfusikan hidrogen, hanya bintang berukuran 13 kali Yupiter yang bisa
memfusikan deuterium. Tetapi, deuterium agak langka dan sebagian besar
katai coklat sudah duluan selesai memfusikan deuterium sebelum
ditemukan, sehingga sulit dibedakan dari planet-planet supermasif.
[46]
Abad ke-21
Dengan ditemukannya banyak objek di Tata Surya dan objek yang lebih
besar di sistem lain pada paruh akhir abad ke-20, muncul permasalahan
tentang hal-hal yang membentuk suatu planet. Ada perdebatan mengenai
apakah suatu objek bisa dianggap planet jika berada di dalam populasi
jauh seperti
sabuk atau cukup besar untuk menciptakan energi sendiri melalui
fusi termonuklir deuterium.
Banyak astronom yang berpendapat agar Pluto dikeluarkan dari kelompok
planet, karena banyak benda sejenis yang ukurannya mirip ditemukan di
wilayah Tata Surya yang sama (
sabuk Kuiper) pada tahun 1990-an dan awal 2000-an. Pluto terbukti hanyalah satu benda kecil di antara ribuan benda serupa lainnya.
Sejumlah benda seperti
Quaoar,
Sedna, dan
Eris disebutkan sebagai
planet kesepuluh
oleh pers, tetapi tidak diakui secara luas oleh komunitas ilmuwan.
Penemuan Eris tahun 2005, benda yang 27% lebih besar daripada Pluto,
menciptakan rasa penasaran publik tentang definisi planet secara resmi.
Melihat masalah ini, IAU merancang
definisi planet dan menetapkannya pada Agustus 2006. Jumlah planet berkurang menjadi delapan benda besar yang telah "
membersihkan" orbitnya (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus). IAU juga membuat kelompok
planet katai yang awalnya ditempati tiga benda (
Ceres,
Pluto, dan
Eris).
[47]
Definisi planet luar surya
Pada tahun 2003,
International Astronomical Union
(IAU) Working Group on Extrasolar Planets membuat pernyataan tentang
definisi planet yang mencakup definisi pembuka berikut, kebanyakan
berfokus pada batasan antara planet dan katai coklat:
[2]
- Objek yang massa sejatinya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir deuterium (saat ini terhitung 13 kali massa Yupiter untuk objek dengan kelimpahan isotop yang setara dengan Matahari[48])
yang mengorbit bintang atau sisa bintang adalah "planet" (tidak penting
bagaimana terbentuknya). Massa dan ukuran minimal yang disyaratkan
untuk objek luar surya agar bisa dianggap planet harus sama seperti
syarat planet Tata Surya.
- Objek subbintang yang massa sejatinya di atas batas massa untuk fusi termonuklir deuterium adalah "katai coklat", tidak penting bagaimana terbentuknya atau di mana lokasinya.
- Objek berkelana bebas di gugus bintang
muda yang massanya di bawah batas massa untuk fusi termonuklir
deuterium bukanlah "planet", melainkan "katai sub-coklat" (atau nama
apapun yang pantas).
Definisi ini mulai dipakai secara luas oleh astronom saat menerbitkan penemuan eksoplanet di
jurnal akademik.
[49]
Meski sementara, definisi ini mulai efektif sampai definisi permanen
secara resmi diadopsi. Sayangnya, definisi ini tidak menangani masalah
batas rendah massa,
[50]
sehingga menjauhi kontroversi seputar objek di dalam Tata Surya.
Definisi ini juga tidak menangani status planet katai coklat yang punya
orbit, seperti
2M1207b.
Salah satu definisi
katai sub-coklat adalah benda bermassa planet yang terbentuk melalui kolaps awan, bukannya
akresi.
Perbedaan pembentukan antara katai sub-coklat dan planet ini belum
diakui secara universal. Para astronom masih terbagi menjadi dua kubu
dalam mempertimbangkan proses pembentukan planet sebagai bagian dari
pengelompokannya.
[51]
Satu alasan kekecewaan ini adalah kadang mustahil menentukan proses
pembentukan planet. Misalnya, planet pengorbit bintang yang terbentuk
oleh akresi bisa terlempar dari sistem dan menjadi pengelana bebas.
Seblaiknya, katai sub-coklat yang terbentuk oleh kolaps awan terbentuk
sendiri di sebuah gugus bintang yang bisa terperangkap dalam orbit suatu
bintang.
Planet katai 2006–sekarang
Ceres |
Pluto |
Makemake |
Haumea |
Eris |
Syarat 13 kali massa Yupiter adalah perkiraan, bukan sesuatu yang bersifat pasti. Sebuah pertanyaan pun muncul: Apa itu
pembakaran deuterium?
Pertanyaan ini muncul karena objek-objek besar akan membakar sebagian
besar deuteriumnya dan objek kecil hanya membakar sedikit, dan 13 massa
Yupiter berada di antara keduanya. Jumlah deuterium yang dibakar tidak
hanya tergantung pada massa, tetapi juga komposisi planetnya, tepatnya
pada jumlah
helium dan
deuterium yang ada.
[52]
Kriteria lain yang memisahkan planet dan katai coklat selain
pembakaran deuterium, proses pembentukan, atau lokasi adalah apakah
tekanan intinya didominasi oleh
tekanan coulomb atau
tekanan degenerasi elektron.
[53][54]
Definisi 2006
Masalah batasan rendah disampaikan pada rapat
Majelis Umum IAU
tahun 2006. Setelah debat panjang dan satu proposal gagal, majelis
memungut suara untuk mengesahkan resolusi yang mendefinisikan planet di
Tata Surya sebagai:
[55]
Benda langit yang (a) berada
di orbit mengitari Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar
gravitasinya melebihi gaya benda tegar sehingga memiliki
kesetimbangan hidrostatik (nyaris bulat), dan (c) telah
membersihkan lingkungan di sekitar orbitnya.
Sesuai definisi tersebut, Tata Surya dianggap memiliki delapan
planet. Benda-benda yang memenuhi dua syarat pertama namun tidak yang
ketiga (seperti Pluto, Makemake, dan Eris) dikelompokkan sebagai
planet katai dengan syarat mereka juga bukan merupakan
satelit alami planet lain. Awalnya komite IAU mengusulkan definisi yang mencakup banyak planet karena poin (c) belum dibuat.
[56] Setelah diskusi panjang, pemungutan suara selanjutnya memutuskan benda-benda tersebut dikelompokkan sebagai planet katai.
[57]
Definisi ini didasarkan pada teori-teori pembentukan planet, yaitu
ketika embrio planet sudah membersihkan orbitnya dari objek-objek kecil.
Seperti yang dijelaskan astronom
Steven Soter:
[58]
Hasil akhir dari akresi
cakram kedua adalah sedikitnya benda yang relatif besar (planet) baik di
orbit bebas atau resonan yang mencegah tabrakan antarbenda. Planet dan
komet kecil, termasuk KBO [objek sabuk Kuiper] berbeda dari planet
karena mereka bisa bertabrakan dengan planet atau satu sama lain.
Pasca pemungutan suara IAU tahun 2006, muncul kontroversi dan perdebatan seputar definisi ini.
[59][60] Banyak astronom yang memutuskan tidak menggunakannya.
[61]
Sebagian perdebatan tersebut terpusat pada keyakinan bahwa poin (c)
(membersihkan orbit) seharusnya tidak disertakan dan objek-objek yang
sekarang dikategorikan planet katai harusnya menjadi bagian dari
definisi planet yang lebih luas.
Di luar komunitas ilmuwan, Pluto memiliki dampak budaya yang kuat di
masyarakat karena status planetnya sejak ditemukan tahun 1930. Penemuan
Eris diberitakan besar-besaran oleh
media sebagai
planet kesepuluh, sehingga klasifikasi ulang ketiga objek tersebut sebagai planet katai banyak menarik perhatian media dan publik.
[62]
Klasifikasi sebelumnya
Tabel berikut berisi daftar benda-benda
Tata Surya yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai planet:
Benda |
Klasifikasi terkini |
Catatan |
Bulan |
Satelit |
Dikelompokkan sebagai planet pada zaman antik sesuai model geosentris yang sekarang usang. |
Io, Europa, Ganymede, dan Callisto |
Satelit |
Empat satelit terbesar Yupiter, dikenal dengan nama satelit-satelit Galileo. Galileo Galilei menyebutnya "Planet-Planet Medici" yang diambil dari nama patronnya, keluarga Medici. |
Titan, Iapetus, Rhea, Tethys, dan Dione |
Satelit |
Lima satelit terbesar Saturnus, ditemukan oleh Christiaan Huygens dan Giovanni Domenico Cassini. |
Ceres[e] |
Planet katai |
Asteroid pertama yang diketahui sejak ditemukan antara 1801 dan 1807 sampai dikelompokkan ulang sebagai asteroid pada 1850-an.[64]
Ceres sudah dikelompokkan sebagai planet katai pada 2006.
|
Pallas, Juno, dan Vesta |
Asteroid |
Astrea, Hebe, Iris, Flora, Metis, Hygeia, Parthenope, Victoria, Egeria, Irene, Eunomia |
Asteroid |
Banyak asteroid ditemukan antara 1845 dan
1851. Perkembangan daftar planet yang cepat mendorong pengelompokan
ulang benda-benda ini sebagai asteroid oleh para astronom. Klaim ini
baru diakui pada tahun 1854.[65] |
Pluto[f] |
Planet katai |
Benda trans-Neptunus pertama yang diketahui (yaitu planet minor dengan sumbu semi-mayor di luar Neptunus). Pada tahun 2006, Pluto dikelompokkan sebagai planet katai. |
Eris |
Planet katai |
Ditemukan tahun 2003, benda trans-Neputunus
ini diakui pada tahun 2005 sebelum akhirnya dikelompokkan sebagai planet
katai seperti Pluto pada tahun 2006. |
Mitologi dan pemberian nama
Dewa-dewa
Olympus yang menjadi sumber nama planet di Tata Surya
Nama-nama planet di dunia Barat berasal dari praktik pemberian nama
Romawi, yang justru berasal dari kebiasaan bangsa Yunani dan Babilonia.
Di
Yunani kuno, dua benda bersinar raksasa, Matahari dan Bulan, disebut
Helios dan
Selene; planet terjauh (Saturnus) disebut
Phainon, sang penerang; diikuti oleh
Phaethon (Yupiter), "cerah"; planet merah (Mars) dikenal dengan sebutan
Pyroeis, "berapi-api"; planet paling terang (Venus) disebut
Phosphoros, pembawa cahaya;dan planet terakhir (Merkurius) disebut
Stilbon, berseri-seri. Bangsa Yunani juga membuat setiap planet suci bagi salah satu dewanya,
Dua Belas Dewa Olimpus: Helios dan Selene adalah nama planet dan dewa; Phainon dipersembahkan untuk
Cronus,
Titan yang merupakan ayah para dewa Olimpus; Phaethon dipersembahkan untuk
Zeus, putra Cronus yang menggulingkannya dari takhta raja; Pyroeis dipersembahkan untuk
Ares, putra Zeus dan dewa perang; Phosphoros dipimpin oleh
Afrodit, dewi cinta; dan
Hermes, perantara para dewa dan dewa ilmu dan akal, memimpin Stilbon.
[19]
Praktik bangsa Yunani yang memberikan nama-nama planet sesuai nama
dewanya hampir seutuhnya berasal dari kebiasaan bangsa Babilonia. Bangsa
Babilonia mengambil nama
Phosphoros dari nama dewi cintanya,
Ishtar; Pyroeis dari dewa perang,
Nergal, Stilbon dari dewa kebijaksanaan
Nabu, dan Phaethon dari dewa pemimpin,
Marduk.
[66] Ada banyak kesamaan antara aturan penamaan Yunani dan Babilonia, padahal mereka berbeda zaman.
[19]
Terjemahannya pun tidak sempurna. Misalnya, Nergal-nya Babilonia adalah
dewa perang dan bangsa Yunani menyamakannya dengan Ares. Namun tidak
seperti Ares, Nergal adalah dewa penyakit dan akhirat.
[67]
Saat ini, banyak orang di dunia Barat mengenal planet dengan
nama-nama yang diambil dari dewa-dewa Olympus. Jika bangsa Yunani modern
masih memakai nama kuno untuk menyebut planet, sejumlah bahasa Eropa
justru memakai nama Romawi (Latin) karena pengaruh
Kekaisaran Romawi dan
Gereja Katolik. Bangsa Romawi, seperti Yunani, adalah
orang Indo-Eropa yang saling berbagi
mitologi dengan nama-nama yang berbeda, namun tidak punya tradisi narasi seperti yang dipersembahkan budaya sastra Yunani untuk
dewa-dewanya. Pada periode akhir
Republik Romawi, para penulis meminjam banyak sekali narasi Yunani dan menerapkannya ke mitologi mereka sampai keduanya tidak bisa dibedakan.
[68] Saat bangsa Romawi mempelajari astronomi Yunani, mereka memberi nama planet sesuai nama dewa-dewanya sendiri:
Mercurius (untuk Hermes),
Venus (Afrodit),
Mars (Ares),
Iuppiter (Zeus), dan
Saturnus (Cronus). Ketika planet-planet selanjutnya ditemukan pada abad ke-18 dan 19, praktik pemberian namanya berlanjut untuk
Neptūnus (
Poseidon). Uranus unik karena diambil dari nama
dewa Yunani alih-alih
versi Romawinya.
Sejumlah orang
Romawi, sesuai kepercayaan yang mungkin berasal dari
Mesopotamia tetapi berkembang di
Mesir Yunani,
percaya bahwa tujuh dewa yang menjadi sumber nama planet tersebut
menjaga Bumi secara bergilir. Urutan giliran tersebut dari jauh ke dekat
adalah Saturnus, Yupiter, Mars, Matahari, Venus, Merkurius, Bulan.
[69]
Hasilnya, hari pertama dimulai oleh Saturnus (jam ke-1), hari kedua
oleh Matahari (jam ke-25), diikuti Bulan (jam ke-49), Mars, Merkurius,
Yupiter, dan Venus. Karena setiap hari diberi nama sesuai dewa yang
mengawalinya, begitu pula dengan urutan
nama hari dalam
kalender Romawi yang masih dipakai di sejumlah bahasa modern setelah
siklus Nundinal ditolak.
[70] Dalam bahasa Inggris,
Saturday, Sunday, dan
Monday adalah terjemahan langsung dari nama-nama Romawi ini. Nama hari yang lain berasal dari dari
Tiw, (Tuesday)
Wóden (Wednesday),
Thunor (Thursday), dan
Fríge (Friday),
dewa Anglo-Saxon yang sama seperti Mars, Merkurius, Yupiter, dan Venus.
Bumi (
Earth) adalah satu-satunya planet yang namanya dalam
bahasa Inggris tidak diambil dari mitologi Yunani-Romawi. Karena Bumi
sendiri baru diakui sebagai planet pada abad ke-17,
[36] tidak ada tradisi memberinya nama sesuai nama dewa. Kata
Earth berasal dari bahasa
Anglo-Saxon erda yang berarti daratan atau tanah dan pertama dipakai untuk menyebut Bumi sekitar tahun 1300.
[71][72] Sebagaimana
bahasa Jermanik lainnya, kata ini berasal dari bahasa
Proto-Jerman ertho, "daratan",
[72] dan terlihat kesamaannya pada kata
earth dalam bahasa Inggris,
Erde dalam bahasa Jerman,
aarde dalam bahasa Belanda, dan
jord dalam bahasa Skandinavia. Banyak
bahasa Roman yang memakai kata Roman lama
terra (atau variasinya). Kata tersebut dipakai dengan makna "daratan kering", bukannya "laut".
[73] Bahasa-bahasa non-Roman memakai katanya sendiri. Bangsa Yunani tetap memakai nama asli mereka,
Γή (Ge).
Budaya non-Eropa memakai sistem penamaan planet yang berbeda.
India memakai sistem berdasarkan
Navagraha, yang mencakup tujuh planet tradisional (
Surya untuk Matahari,
Chandra untuk Bulan, dan
Budha,
Shukra,
Mangala,
Bṛhaspati, dan
Shani untuk Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus) dan
nodus bulan naik dan turun
Rahu dan
Ketu.
Cina dan negara-negara Asia Timur sudah lama terkena
pengaruh budaya Cina (seperti
Jepang,
Korea, dan
Vietnam) dengan sistem penamaan yang didasarkan pada
lima elemen Cina:
air (Merkurius),
logam (Venus),
api (Mars),
kayu (Yupiter), dan
tanah (Saturnus).
[70]
Pembentukan
Ilustrasi cakram protoplanet
Belum diketahui secara pasti bagaimana planet terbentuk. Teori yang saat ini mendominasi adalah planet terbentuk saat sebuah
nebula berubah menjadi cakram gas dan debu tipis. Sebuah
protobintang terbentuk di intinya dan dikelilingi oleh
cakram protoplanet yang berputar. Melalui
akresi
(proses tabrakan tempel), partikel-partikel debu di cakram perlahan
mengumpulkan massa untuk membentuk benda yang jauh lebih besar.
Konsentrasi massa di satu tempat disebut sebagai bentuk
planetesimal
dan konsentrasi tersebut mempercepat proses akresi dengan menarik
material tambahan menggunakan daya tarik gravitasinya. Konsentrasi
tersebut semakin padat sampai akhirnya kolaps ke dalam dan membentuk
protoplanet.
[74]
Setelah memiliki diameter lebih besar daripada Bulan Bumi, planet
tersebut membentuk atmosfer tambahan, sehingga meningkatkan daya tarik
planetesimal dengan
gaya hambat atmosfer.
[75]
Tabrakan asteroid - membentuk planet (konsep artis).
Ketika protobintang tumbuh begitu besar sampai bisa "menyalakan diri" menjadi
bintang, cakram yang tersisa dilenyapkan dari dalam ke luar dengan
fotoevaporasi,
angin matahari,
gaya hambat Poynting–Robertson, dan pengaruh lain.
[76][77]
Masih banyak protoplanet yang mengelilingi bintang atau satu sama lain,
namun seiring waktu sebagian besar di antaranya akan bertabrakan
membentuk satu planet yang lebih besar atau melepaskan material untuk
diserap protoplanet atau planet yang lebih besar.
[78]
Objek-objek yang cukup besar tersebut akan menangkap sebagian materi di
lingkungan orbitnya dan menjadi planet. Sementara itu, protoplanet yang
berhasil menghindari tabrakan akan menjadi
satelit alami planet melalui proses tangkapan gravitasi atau tetap berada di sabuk objek lain dan menjadi planet katai atau
benda kecil.
Dampak energi planetesimal kecil (serta
peluruhan radioaktif)
akan menghangatkan planet yang sedang tumbuh, sehingga planet tersebut
setidaknya setengah meleleh. Interior planet mulai berbeda-beda massanya
dan menciptakan inti yang lebih padat.
[79]
Planet-planet kebumian yang lebih kecil kehilangan sebagian besar
atmosfernya karena akresi ini, tetapi gas yang hilang bisa tergantikan
oleh gas yang keluar dari mantel dan tubrukan
komet (planet kecil akan kehilangan atmosfer yang diperoleh melalui berbagai jenis
mekanisme pelepasan).
[80]
Melalui penemuan dan pengamatan
sistem keplanetan di sekitar bintang selain Tata Surya, para ilmuwan sudah mampu menguraikan, merevisi, atau bahkan mengganti teori ini. Tingkat
metalisitas, istilah astronomi yang menjelaskan kelimpahan
elemen kimia dengan
nomor atom lebih besar dari 2 (
helium), saat ini diyakini menjadi penentu kemungkinan suatu bintang dikelilingi planet.
[81] Oleh sebab itu, sejumlah peneliti menduga
bintang populasi I yang kaya logam lebih mungkin memiliki sistem planet yang lebih jelas daripada
bintang populasi II yang